Header Ads

Kala Warga Adat Dayak Gelar Sidang Damai dengan Suku Madura

Postingan ini sebenarnya sudah saya publikasikan juga di Web Sebelumnya, namun karena Link nya sudah tidak ditemukan karena kenna Hack, maka saya akan memposting lagi berita ini namun bersumber dari berita yang telah dimuat media lain yaitu Pro Kal.co

Kebudayaan lokal ternyata juga punya prosesi penyelesaian kasus hukum sendiri. Setidaknya itulah yang tergambar di Aula Kayuh Baimbai di Kantor Pemerintah Kota Banjarmasin, kemarin (2/4) pagi.

Di Aula Kayuh Baimbai   Kantor Pemerintah Kota Banjarmasin terlihat ramai dengan orang berpakaian adat dayak. Beberapa orang pemuda  dilengkapi  mandau (senjata khas suku dayak) berjaga di dalam dan di luar ruangan gedung. Ada apa gerangan?
Ternyata ada acara yang tak biasa.  Itu adalah persidangan  kasus pembunuhan yang menewaskan pemuda dayak bernama Eki Persia Rianda, kemarin (2/4) pagi.
Kenapa digelar di gedung pemko Banjarmasin dan bukan di pengadilan? Ternyata memang ini adalah sidang yang dilakukan secara adat dayak. Lebih lengkapnya  sidang perdamaian adat dayak atau singer sahiring yang mengadili pelaku atau keluarga pelaku yang telah melakukan pembunuhan terhadap satu orang pemuda dayak.
Dari pantauan Radar Banjarmasin, sidang yang berlangsung selama 4 jam ini dijaga ketat aparat keamanan dari Satbrimob Polda Kalsel, TNI, Polda Kalsel, Polresta Banjarmasin, Polsek Banjarmasin Tengah. Dalam ruang sidang perdamaian tersebut hadir pula beberapa orang etnis Madura yang tergabung dalam Kerukunan Warga Madura (Kawama) Kalsel dengan mengenakan baju ciri khas madura.
Sidang perdamaian adat dayak ini dipimpin oleh Ketua Mantir, Alsen Bayan didampingi 8 anggota mantir serta tiga orang dewan pertimbangan kerapatan mantir perdamaian adat dayak Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah dan Dewan Adat Dayak (DAD) Kota Banjarmasin.
Layaknya sidang kasus pembunuhan yang biasa digelar di pengadilan negeri, ketua sidang atau Ketua Mantir memanggil pihak pelaku yang diwakili oleh Ketua Kawama Kalsel, H Asmad dan keluarga korban yang diwakili oleh ibu korban bernama Asna Ningsih.
Menariknya, pada sidang perdamaian ini tidak ada pembelaan atau tuntutan. Sidang perdamaian ini hanya membacakan tahapan peristiwa pembunuhan hingga terjadinya proses perdamaian antara pelaku dengan keluarga korban serta putusan denda pembunuhan terhadap pelaku.
Sebelum Ketua Mantir membacakan tahapan peristiwa hingga terjadinya proses perdamaian dari kedua belah pihak, Ketua Mantir memanggil pihak pelaku dan keluarga korban duduk di kursi yang tepat berada di depan Ketua Mantir.
Ketua Mantir kemudian memulai sidang dengan membacakan berita acara yang telah diajukan kepada kerapatan mantir sesuai dengan hukum adat dayak Kalimantan berdasarkan Kapatat Tumbang Anoi 1894 yang dibuat oleh DAD Kota Banjarmasin, Batamad Kapuas, dan keluarga korban.
Setelah selesai membacakan berita acara, Ketua Mantir menanyakan kepada pihak pelaku yang diwakili H Asmad apakah peristiwa ini benar terjadi. Oleh H Asmad, ia mengatakan siap menaati semua hukum adat dayak. “Kita mentaati semua tapi kami minta seringan-ringannya,” ucapnya kepada Ketua Mantir.
Ketua Mantir meminta tanggapan kepada ibu korban, yang dijawab ibu korban agar keputusan sidang ini diambil dengan seadil-adilnya. “Kalau sudah ada perdamaian jangan ada tawar menawar lagi,” katanya mengharapkan kepada Ketua Mantir yang memimpin sidang perdamaian hukum adat dayak. 
Usai mendengarkan keterangan pihak pelaku dan keluarga korban, Ketua Mantir juga memanggil 4 orang saksi dari pihak madura dan dayak hanya untuk mendengarkan jawaban benar atau tidak apakah mereka mengetahui peristiwa pembunuhan tersebut.
Setelah dijawab  benar oleh saksi, sidang kemudian diskor selama 2 jam oleh Ketua Mantir karena akan dilaksanakan sidang tertutup untuk merapatkan putusan denda pembunuhan terhadap pelaku.
Selesai sidang tertutup, Ketua Mantir bersama dengan 8 anggota mantir dan dewan pertimbangan kembali membuka sidang perdamaian secara terbuka dengan tahapan membacakan keputusan sidang perdamaian yang bersifat final dan mengikat.
kerapatan mantir memutuskan bahwa berdasarkan hukum adat dayak kalimantan menjatuhkan denda kepada pihak pelaku agar membayar 500 kati ramu atau 500 gram emas dengan harga emas sekarang sekitar Rp564.000 atau total sekitar Rp282.000.000 kepada orang tua korban.
“Denda ini harus dibayar paling lambat 14 hari setelah putusan sidang ini. Apabila pihak pelaku tidak membayar maka akan dikenakan denda yang lebih berat,” kata Ketua Mantir.
Usai membacakan putusan, Ketua Mantir menanyakan kepada pihak pelaku dan keluarga korban apakah menerima putusan ini.  H Asmad menyatakan menerima. Sementara itu, ibu korban juga menerima hasil putusan kerapatan mantir.
Secara terpisah, dewan pertimbangan, Dehen MH mengatakan, sidang perdamaian ini bukan untuk mencari siapa yang salah. Putusan ini diambil dengan seadil-adilnya sesuai dengan norma adat dayak.
Terkait denda pembunuhan, berdasarkan hukum adat dayak denda ini sudah sesuai koridor, dimana dalam hukum adat dayak denda tersebut mulai dari 375 sampai 750 kati ramu. “Dalam hukum positif, denda ini sama dengan hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 10 tahun,” ujarnya.
Usai sidang, DAD Kota Banjarmasin dan Kawama Kalsel mengucapkan ikrar persaudaran untuk menjaga keamanan dan kedaulatan NKRI. DAD dan Kawama juga saling tukar cinderamata berupa ciri khas senjata masing-masing suku.(hni/by/ran)

No comments

Powered by Blogger.